Menentukan Pemilihan Kata (Diksi)
Diringkas oleh: Yosua Setyo Yudo
Diksi, dalam arti aslinya dan artinya yang pertama
merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis atau
pembicara. Sementara artinya yang kedua, dan yang lebih umum,
membicarakan pengucapan dan intonasi daripada pemilihan kata dan gaya.
Diksi bukan hanya berarti memilih-milih kata. Istilah ini bukan saja
digunakan untuk menyatakan gagasan atau menceritakan peristiwa, tetapi
juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan, dan sebagainya.
Untuk memperoleh teknik penceritaan yang menarik,
maka diksi harus digunakan dengan tepat dalam mengungkapkan gagasan atau
hal yang diamanatkan. Oleh karena itu, untuk memilih diksi yang tepat,
seorang pengarang harus memunyai kemampuan untuk membedakan secara tepat
nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan, dan
kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai
rasa pembacanya. Seorang pengarang dapat memilih kata yang tepat dan
sesuai, jika ia menguasai sejumlah besar kosakata yang dimiliki
masyarakat bahasanya, serta mampu menggerakkan dan mendayagunakan
kekayaannya itu menjadi jaring-jaring kalimat yang jelas dan efektif.
Itulah sebabnya, sebelum menentukan pilihan kata,
seorang pengarang harus memerhatikan masalah makna. Makna sebuah kata
atau sebuah kalimat merupakan makna yang tidak selalu berdiri sendiri.
Adapun makna, menurut (Chaer, 1994:60), terbagi atas beberapa kelompok
yaitu:
a. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan
referennya, sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang
sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Contohnya, kata "tikus".
Makna leksikalnya adalah binatang yang menyebabkan timbulnya penyakit
(Tikus itu mati diterkam kucing). Sedangkan makna gramatikal adalah
makna yang digunakan untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa
makna gramatikal [sesuai dengan tata bahasa; menurut tata bahasa, Red],
untuk menyatakan makna jamak bahasa Indonesia, menggunakan proses
reduplikasi seperti kata: buku, yang bermakna "sebuah buku", menjadi
buku-buku yang bermakna "banyak buku".
b. Makna Referensial dan Nonreferensial
Perbedaan di antara keduanya adalah berdasarkan pada
ada tidaknya referen dari kata-kata itu. Sebuah kata memiliki makna
referensial jika memunyai referen. Kata nonreferensial adalah kata yang
tidak memiliki referen. Contoh: Kata "meja" dan "kursi" (bermakna
referen). Kata "karena" dan "tetapi" (bermakna nonreferensial).
c. Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau
makna sebenarnya yang dimiliki sebuah leksem [satuan leksikal dasar yang
abstrak, yang mendasari pelbagai bentuk kata; satuan terkecil dalam
leksikon,Red]. Contohnya, kata "kurus". Makna denotatifnya adalah
keadaan tubuh yang lebih kecil dari ukuran normal. Makna konotatif
adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif, yang
berhubungan dengan nilai rasa orang atau kelompok orang yang menggunakan
kata tersebut. Contohnya, kata "kurus" pada contoh di atas bermakna
konotatif netral, artinya tidak memiliki nilai rasa yang mengenakkan,
tetapi kata "ramping" bersinonim dengan kata kurus itu memiliki
konotatif positif, nilai yang mengenakkan. Orang akan senang bila
dikatakan "ramping".
d. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh
sebuah lema [kata atau frasa masukan dalam kamus di luar definisi atau
penjelasan lain yang diberikan dalam entri, Red] terlepas dari konteks
atau asosiasi apa pun. Contohnya, kata "kuda". Makna konseptualnay
adalah sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai. Makna
asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata yang
berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan suatu yang berada di
luar bahasa. Contohnya, kata "melati" berasosiasi dengan sesuatu yang
suci atau kesucian. Kata "merah" berasosiasi "berani" atau paham
komunis.
e. Makna Kata dan Makna Istilah
Makna kata, walaupun secara sinkronis tidak berubah,
tetapi karena berbagai faktor dalam kehidupan dapat menjadi bersifat
umum. Makna kata itu baru menjadi jelas kalau sudah digunakan dalam
suatu kalimat. Contoh: kata "tahanan", bermakna orang yang ditahan, tapi
bisa juga hasil perbuatan menahan. Kata "air", bermakna air yang berada
di sumur, di gelas, di bak mandi, atau air hujan. Makna istilah
memiliki makna yang tetap dan pasti. Ketetapan dan kepastian makna
istilah itu karena istilah itu hanya digunakan dalam bidang kegiatan
atau keilmuan tertentu. Contohnya, kata "tahanan" di atas masih bersifat
umum, tetapi di bidang hukum, kata tahanan itu sudah pasti orang yang
ditahan sehubungan suatu perkara.
f. Makna Idiomatikal dan Peribahasa
Idiom adalah satuan-satuan bahasa (ada berupa baik
kata, frasa, maupun kalimat) maknanya tidak dapat diramalkan dari makna
leksikal, baik unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan
tersebut. Contohnya, kata "ketakutan", "kesedihan", "keberanian", dan
"kebimbangan" memiliki makna hal yang disebut makna dasar. Kata "rumah
kayu" bermakna, rumah yang terbuat dari kayu. Makna peribahasa bersifat
memperbandingkan atau mengumpamakan, maka lazim juga disebut dengan nama
perumpamaan. Contoh: bagai, bak, laksana, dan umpama lazim digunakan
dalam peribahasa.
g. Makna Kias dan Lugas
Makna kias adalah kata, frasa dan kalimat yang tidak
merujuk pada arti sebenarnya. Contohnya, "Putri malam" bermakna bulan
dan "Raja siang" bermakna matahari. Makna lugas adalah kebalikan dari
makna kias. Makna lugas adalah makna dari sebuah frasa dan kalimat yang
tidak menimbulkan tafsir ganda. Contohnya adalah kata "makan" dalam
kalimat "Adik sedang makan roti," dan frasa "tangan kanan" dalam kalimat
"Tangan kanannya patah dalam kecelakaan kemarin."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar